Senin, 06 September 2010

KALA SENJA RAMADHAN

Sosoknya masih menampakkan kalau dia adalah seorang pekerja keras. Tidak mau menunda waktu, juga tidak senang berpangku tangan. Meski tampak jelas kalau kondiri fisiknya sudah sangat payah. Jalan dengan satu kaki yang sudah tak punya rasa lagi, bertumpu pada satu kaki lainnya ditambah dengan sebatang tongkat kayu yang itu bukan tongkat setianya. Karena dia akan menggunakan apa saja untuk dijadikannya tongkat. Bisa sebatang kayu yang dipakai sebagai pagar atau sebilah bambu berukuran sedang yang dia temukan di jalan.
Di usianya yang sudah lebih dari 60 tahun semestinya dia bisa menikmati har-harinya dengan lebih santai. Seperti kaum lanjut usia lainnya, dimana hari-harinya banyak dihabiskan dengan kegiatan santai bersama keluarga, anak cucu atau menyalurkan minatnya. Tapi semua itu dianggapnya hal yang tidak lazim. Karena kelaziman yang ada padanya adalah pergi ke sawah atau kebun dan sesekali menengok pabrik batu bata yang dijadikannya 'kantor resmi'. Sejenak ku pandangi sosok dan langkah pak tua ini. Sejenak itu pula aku menangis, tak sadar air mata ini menetes di pipiku, juga air mata batinku. Aku bertanya dan menyesal, mengapa aku membiarkan dia harus masih bersusah payah pergi ke kebun untuk kegiatan yang mestinya bisa aku lakukan. Yakni memberi pupuk untuk tanaman cabai dan terong.
Ayah, maafkan anakmu yang tidak dapat berbakti sebagaimana mestinya dan tega meninggalkan dirimu seperti itu. Maafkan aku ayah, yang sampai sekarang belum juga bisa membuatmu bahagia dan memberikan kebanggan bagimu dan juga bagi keluarga kita. Doakan aku ayah, untuk bisa menapaki hari-hari yang lebih baik dan berbakti sebelum senja berganti menjadi malam. Senja di akhir ramadhan yang penuh khusyuk dan keberkahan ini. Amien

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih masukannya